Modal Gombal, Nyawa Terbegal

Oleh: Hasni Tagili
(Dosen Universitas Lakidende)

Jurnalmuslim.com - Kasus kekerasan terhadap perempuan kembaliterjadi. Pada pertengahan bulan Agustus 2016, Harmawati (warga Kecamatan Tinanggea, Sulawesi Tenggara) harus meregang nyawa dalam keadaan tak wajar. Ia tewas dibunuh oleh pacarnya sendiri. Namun, kasus ini hanya merupakan satu dari sekian banyak kasus serupa. Inikah potret hilangnya kemuliaan perempuan?

Kronologi Kejadian

illustrasi

Seperti diberitakan sebelumnya, Harmawati yang merupakan alumni kebidanan salah satu perguruan tinggi swasta di Kendari, ditemukan terbujur kaku disebuah rawa, di Dusun Tappareng Desa Lappaboase, Kecamatan Kajuara, Bone Sulawesi Selatan (Sulsel). Jasad korban pertama kali ditemukan oleh Rustan(17th) yang tengah mengambil sapi miliknya disekitar tempat kejadian perkara (Zonasultra.com, 17/08/2016).

Saat ditemukan, tubuh korban dipenuhi luka akibat sayatan benda tajam. Kondisimayat pun sudah membengkak dan menebarkan bau tak sedap. Disamping mayat tersebut ditemukan sebuah tas warna merah yang berisikan barang-barang korban.

Ternyata, belakangan terkuak bahwa perempuan yang berprofesi sebagai seorang bidan ini dibunuh kekasihnya sendiri, seorang polisi berpangkat Bripda yang bertugas di Direktorat Sabhara, Polda Sulawesi Selatan. Motif pembunuhan adalahsang polisihendak menikahi gadis idaman lain di Kajuara (Zonasultra.com, 17 Agustus 2016).

Sebelum membunuh bidan tersebut, sang polisi dan orangtuanya harus bekerja keras mengumpulkan ‘uang panaik’ (mahar) demi melamar sang kekasih.“Uang panaik-nya Rp 50 juta,” kata Andi Muhammad Ridwan, Kepala Desa Lappo Bosse, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone (Tribunbone.com, 19/8/2016).

Harmawati, selama ini tercatat sebagai honorer di Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai. Sebelum dibunuh, ia diduga hamil.Hal itu diketahui saat polisi dari Polres Bone dan Polda Sulawesi Selatan melakukan olah tempat kejadian perkara di kamar kost Harmawati, di Jl Landak Baru, lorong 10, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (18/8/2016), ditemukan alat tes kehamilan (test pack), susu untuk ibu hamil, dan sebuah kaos berwarna biru bertuliskan “Turn Back Crime”.

Sementara itu, sang pelaku yang baru empat tahun menjadi anggota Polri kini ditahan di Mapolres Bone demi mempertanggungjawankan perbuatan sadisnya itu. Ia terancam diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian (Zonasultra.com, 20/08/2016).

Perempuan oh Perempuan!

Kasus Harmawati hanyalah satu dari sekian ribu kasus kekerasan terhadap perempuan. Masih segar dalam inagatan, sederet kasus kekerasaan terhadap perempuan yang berujung pada kematian, sebut saja kasus Laila Nurhidayah (bocah 2,5 tahun yang diperkosa hingga tewas oleh tetangganya sendiri, kasus Yuyun (remaja 14 tahun yang diperkosa hingga meregang nyawa oleh 14 orang pemuda), hingga kasus Eno Parinah (karyawati 18 tahun yang diperkosa hingga tewas mengenaskan oleh pacarnya dan 2 orang pelaku lainnya). Untuk tahun 2016 saja, Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan mencatat telah terjadi 3.166 kasus pelecehan, pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap perempuan. Sungguh ironis!

Belum lagi kasus perlakuan buruk majikan terhadap pembantunya yang dialami TKW asal Indonesia. Kasus serupa hampir-hampir bergulir terus setiap harinya. Dilansir dari Tempo.co (22/03/2016), disebutkan bahwa Siti Khadijah, TKW asal Karawang (Jawa Barat) yang bekerja di Abu Dhabi, telah disiksa oleh majikannya selama 7 bulan. Tidak jauh berbeda dari nasib Siti, TKW asal Sukabumi (Jawa Barat), Mulyati, juga dianiaya oleh majikannya (Mediaindonesia.com, 31/03/2016). Bisa Anda bayangkan?

Biang Persoalan

Jika menilik lebih jauh, maka akan kita dapatkan gambaran mendasar yang menjadi biang persolan permasalahan kekerasan terhadap perempuan. Kondisi sistemik yang menganut sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) dan liberalisme (kebebasan yang kebablasan) sebagai faktor eksternal, menjadikan perempuan sebagai sasaran empuk kriminalitas. Pasalnya, pergaulan laki-laki dan perempuan tidak dibatasi secara Islami. Aktivitas berdua-duaan (baca: pacaran), bahkan campur baur yang dilakoni dengan lawan jenis terjadi dimana-dimana dan dianggap sebagai hal yang lumrah alias biasa.

Belum lagi, lingkaran kebebasan yang diciptakan di negeri ini membuka keran selebar-lebarnya bagi remaja untuk mengekspresikan dirinya. Dalam hal berpenampilan, Muslimah enggan diatur dengan aturan Allah SWT. Kebanyakan ‘bersembunyi’ di balik mantel kebebasan absurd. Ya, bebas sebebas-bebasnya; bebas berpakaian, bebas berpendapat, bebas memeluk keyakinan, dan bebas bergaul sesuai hawa nafsu si manusia. Mayoritas orangtua pun bukannya marah melihat anaknya pacaran dan berpakaian seksi, mereka malah ‘mendukung’ perbuatan dosa itu. Astagfirullah!

Namun, persoalan ini tidak hanya dipicu oleh faktor eksternal tadi, ketaqwaan dan kesadaran individu sebagai faktor internal juga turut andil. Terciptanya ‘lapangan kerja’ bagi kekerasan perempuan melalui sekularisme dan liberalisme tadi memicu seorang perempuan untuk menanggalkan kemuliaan dirinya. Mereka menerima cinta ‘palsu’ dari laki-laki yang hanya berani memacarinya. Hanya dengan bermodal kata-kata gombal, tak sedikit dari mereka harus menukarnya dengan nyawanya. Miris!

Selain itu, tuntutan ekonomi turut pula menjadi ‘tim penggembira’ momok utama hilangnya kemuliaan seorang wanita. Kemiskinan merambah hampir ke semua lini, sehingga mengharuskan perempuan bekerja apa saja, bahkan menjadi PSK, guna memenuhi kebutuhan perutnya. Lihat saja kasus prostitusi Kalijodo, Malioboro, Kramat Tunggak, dan Dolly yang rata-rata menampung 500 orang PSK dengan kisaran umur 18-30 tahun yang seperempatnya positif terjangkit HIV/AIDS (data dari Posko Pendaftaran dan Penanganan Warga, 2016).

Pandangan Islam

Dalam sistem pemerintahan Islam(DaulahKhilafah), posisi wanita merupakan sebuah kemuliaan. Islam memberikan penjagaan yang luar biasa besar terhadap seorang perempuan, baik statusnya sebagai seorang gadis, istri, ataupun ibu.

Sedari kecil, seorang anak perempuan sudah diajari oleh orangtuannya untuk menutup auratnya, menjaga pergaulan, dan menuntut ilmu agama (dakwah). Tatkala ia baligh (dewasa), maka hal tersebut bukan lagi pelatihan melainkan sebuah kewajiban. Perempuan juga diwajibkan untuk tidak berdandan berlebihan, tidak berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya, tidak bercampur baur dengan lawan jenis, dan segala aktivitas yang bisa mengantarkannya pada perzinahan.Islam juga melarang keras pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuannya misalnya menjadi artis, penari, atau model.

Ketika seorang anak gadis berubah statusnya menjadi seorang istri atau seorang ibu, Islam menetapkan rambu-rambu guna mengantarkannya menjadi istri sholehah. Ia mengemban tugas utama sebagai pengurus rumah, suami, dan anak-anaknya. Wanita tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tugas tersebut dibebankan kepada lelaki, suami, ayah, saudara laki-laki ataupun negara jika tidak ada lagi ada yang menanggung mereka. Nafkah untuk mereka diambil dari Baitul Maal. Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Siapa saja yang meninggalkan harta, harta itu menjadi hak para ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan orang sebatangkara, maka ia menjadi kewajiban kami (negara)” (HR Muslim).

Namun demikian, wanita tetap boleh bekerja jika mendapat izin dari suami dan terikat dengan hukum syariah. Islam juga memberikan wanita peluang untuk berpolitik dan mengecap pendidikan setinggi mungkin.

Dengan demikian, sistem pemerintahan Islam mempunyai peran penting dalam memuliakan perempuan. Sehingga, sudah menjadi sebuah keniscayaan untuk memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam yang akan mensuasanakan ketaqwaanindividu melalui penerapan sistem pendidikan, ekonomi, dan sosial Islam. Disamping itu, kontrol masyarakat dan negara juga dibutuhkan untuk menghindarkan perempuan dari kekerasan. Wallahu ‘alam bisshawab. (nisyi/jurnalmuslim.com)

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Modal Gombal, Nyawa Terbegal"

Post a Comment