Beralih ke F-15 & Rafale Sukhoi Su-35 (AP Photo/Misha Japaridze) ☆
TNI AU sempat mengumumkan soal pembelian alutsista baru jet tempur F-16 EX dan Rafale hingga 2024. Rencana ini dinilai lebih aman ketimbang membeli pesawat dari Rusia, seperti Sukhoi Su-35. Pasalnya, ada bayangan sanksi oleh Amerika Serikat dalam bentuk CAATSA (The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act).
"Masalah Sukhoi Su-35 ada beberapa masalah di Rusia sendiri. Ada sanksi perdagangan internasional oleh AS atas produk militer Rusia dan itu dilakukan sejak 2016, namanya CAATSA. Sanksi yang (bisa) berimbas serius bagi Indonesia, CAATSA lahir dari ide Amerika menyikat Rusia dari persenjataan dunia," kata Pengamat Militer, Connie Rahakundini dalam Profit, CNBC Indonesia Rabu, (24/02/2021).
Sanksi itu sudah pernah menimpa pada Turki. Pada Pertengahan Desember lalu, AS Merilis sanksi tersebut karena Turki membeli sistem S-400 dari Rusia. AS beranggapan membahayakan keamanan teknologi dan personel militer AS dan menyediakan dana yang besar untuk sektor pertahanan Rusia, serta akses Rusia ke Angkatan bersenjata Turki dan industri pertahanan.
Keputusan itu mengakibatkan penangguhan Turki dan menghapus Turki dari kemitraan global F-35 Joint Strike Fighter. Keputusan itu mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Amerika Serikat akan sepenuhnya menerapkan CAATSA Pasal 231 dan tidak akan mentolerir transaksi signifikan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia.
"Mungkin ini jadi pandangan Pak Prabowo, Kemenhan atau Mabes TNI untuk tidak meneruskan pembelian Sukhoi," sebut Connie.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada 2020 sempat berkeliling melakukan penjajakan untuk akuisisi alutsista ke berbagai negara termasuk jet tempur AS dan Perancis.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan TNI AU mulai tahun ini hingga 2024 akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap, dua di antaranya pesawat multi-role combat aircraft, F-15 EX dan Dassault Rafale.
"Mulai tahun ini hingga tahun 2024, kita akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap. Beberapa di antara alutsista tersebut adalah pesawat multi-role combat aircraftF-15 EX dan Dassault Rafale, Radar GCI4, pesawat berkemampuan Airborne Early Warning, pesawat tanker yakni Multi Role Tanker Transport, pesawat angkut C-130 J, UCAV berkemampuan MALE dan berbagai alutsista lainnya," kata Fadjar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo dalam keterangan resminya, Jumat (19/2/2021).
Jet tempur F-15EX merupakan produk dari perusahaan dirgantara, Boeing. Dilansir dari situs Boeing, F-15EX menyelesaikan penerbangan pertama pada 2 Februari 2021.
Varian modern dari F-15 ini juga mencakup kontrol penerbangan fly-by-wire, kokpit digital baru, radar AESA modern dan ADCP-II, dan diklaim beroperasi dengan komputer misi tercepat di dunia.
F-15EX menampilkan sistem peperangan elektronik Eagle Passive/Active Warning dan Survivability System untuk meningkatkan efektivitas misi dan kemampuan bertahan bagi operator.
Mengapa Pilih Rafale
Rafale [istimewa] ☆
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bakal memborong beberapa jet tempur untuk memperkuat pertahanan Indonesia, dua di antaranya pesawat multi-role combat aircraft, F-15 EX dan Dassault Rafale. Nama terakhir menjadi pertanyaan karena harganya dinilai biaya mahal untuk ukuran pesawat sejenis.
"Hambatan utama Rafale adalah biaya tinggi untuk pesawat berbadan ringan dengan spesifikasi yang menurut saya nggak terlalu spesialisasi. Rafale ini salah satu pesawat tempur termahal di internasional dan pembelinya nggak banyak," kata Pengamat Militer, Connie Rahakundini dalam Profit, CNBC Indonesia, Rabu, (24/02/2021).
Pengguna pesawat tempur ini tentu Prancis sebagai produsen, selain itu ada dari India. Namun keputusan India menggunakan Rafale karena terikat perjanjian kerjasama nuklir. Sehingga bukan semata-mata karena aspek pesawat tempurnya. "Pertanyaan saya ini sangat mahal. Kalau sangat bagus kenapa Oman, Korea Singapura, Libya, Kuwait, Kanada, Brazil, Belgia, Swiss, Malaysia malah tidak membelinya? Ini harus jadi pertanyaan, karena kita mesti lihat," sebut Connie.
Salah satu alasan mengapa Connie menyebut mahal karena faktor produksi serta kedalaman riset dan teknologinya tidak begitu dalam. Kalah jika membandingkannya dengan Amerika Serikat atau Rusia.
"Bagi negara-negara pencari pesawat tempur, yang lain sudah betul, kita liat ke F-15. Kalau mau lebih ke F16 Viper atau F18 karena akan lebih hemat biaya," sebut Connie.
Pengguna jet tempur Rafale saat ini selain Prancis ada India, Mesir, dan Qatar. (hoi/hoi)
TNI AU sempat mengumumkan soal pembelian alutsista baru jet tempur F-16 EX dan Rafale hingga 2024. Rencana ini dinilai lebih aman ketimbang membeli pesawat dari Rusia, seperti Sukhoi Su-35. Pasalnya, ada bayangan sanksi oleh Amerika Serikat dalam bentuk CAATSA (The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act).
"Masalah Sukhoi Su-35 ada beberapa masalah di Rusia sendiri. Ada sanksi perdagangan internasional oleh AS atas produk militer Rusia dan itu dilakukan sejak 2016, namanya CAATSA. Sanksi yang (bisa) berimbas serius bagi Indonesia, CAATSA lahir dari ide Amerika menyikat Rusia dari persenjataan dunia," kata Pengamat Militer, Connie Rahakundini dalam Profit, CNBC Indonesia Rabu, (24/02/2021).
Sanksi itu sudah pernah menimpa pada Turki. Pada Pertengahan Desember lalu, AS Merilis sanksi tersebut karena Turki membeli sistem S-400 dari Rusia. AS beranggapan membahayakan keamanan teknologi dan personel militer AS dan menyediakan dana yang besar untuk sektor pertahanan Rusia, serta akses Rusia ke Angkatan bersenjata Turki dan industri pertahanan.
Keputusan itu mengakibatkan penangguhan Turki dan menghapus Turki dari kemitraan global F-35 Joint Strike Fighter. Keputusan itu mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Amerika Serikat akan sepenuhnya menerapkan CAATSA Pasal 231 dan tidak akan mentolerir transaksi signifikan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia.
"Mungkin ini jadi pandangan Pak Prabowo, Kemenhan atau Mabes TNI untuk tidak meneruskan pembelian Sukhoi," sebut Connie.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada 2020 sempat berkeliling melakukan penjajakan untuk akuisisi alutsista ke berbagai negara termasuk jet tempur AS dan Perancis.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan TNI AU mulai tahun ini hingga 2024 akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap, dua di antaranya pesawat multi-role combat aircraft, F-15 EX dan Dassault Rafale.
"Mulai tahun ini hingga tahun 2024, kita akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap. Beberapa di antara alutsista tersebut adalah pesawat multi-role combat aircraftF-15 EX dan Dassault Rafale, Radar GCI4, pesawat berkemampuan Airborne Early Warning, pesawat tanker yakni Multi Role Tanker Transport, pesawat angkut C-130 J, UCAV berkemampuan MALE dan berbagai alutsista lainnya," kata Fadjar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo dalam keterangan resminya, Jumat (19/2/2021).
Jet tempur F-15EX merupakan produk dari perusahaan dirgantara, Boeing. Dilansir dari situs Boeing, F-15EX menyelesaikan penerbangan pertama pada 2 Februari 2021.
Varian modern dari F-15 ini juga mencakup kontrol penerbangan fly-by-wire, kokpit digital baru, radar AESA modern dan ADCP-II, dan diklaim beroperasi dengan komputer misi tercepat di dunia.
F-15EX menampilkan sistem peperangan elektronik Eagle Passive/Active Warning dan Survivability System untuk meningkatkan efektivitas misi dan kemampuan bertahan bagi operator.
Mengapa Pilih Rafale
Rafale [istimewa] ☆
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bakal memborong beberapa jet tempur untuk memperkuat pertahanan Indonesia, dua di antaranya pesawat multi-role combat aircraft, F-15 EX dan Dassault Rafale. Nama terakhir menjadi pertanyaan karena harganya dinilai biaya mahal untuk ukuran pesawat sejenis.
"Hambatan utama Rafale adalah biaya tinggi untuk pesawat berbadan ringan dengan spesifikasi yang menurut saya nggak terlalu spesialisasi. Rafale ini salah satu pesawat tempur termahal di internasional dan pembelinya nggak banyak," kata Pengamat Militer, Connie Rahakundini dalam Profit, CNBC Indonesia, Rabu, (24/02/2021).
Pengguna pesawat tempur ini tentu Prancis sebagai produsen, selain itu ada dari India. Namun keputusan India menggunakan Rafale karena terikat perjanjian kerjasama nuklir. Sehingga bukan semata-mata karena aspek pesawat tempurnya. "Pertanyaan saya ini sangat mahal. Kalau sangat bagus kenapa Oman, Korea Singapura, Libya, Kuwait, Kanada, Brazil, Belgia, Swiss, Malaysia malah tidak membelinya? Ini harus jadi pertanyaan, karena kita mesti lihat," sebut Connie.
Salah satu alasan mengapa Connie menyebut mahal karena faktor produksi serta kedalaman riset dan teknologinya tidak begitu dalam. Kalah jika membandingkannya dengan Amerika Serikat atau Rusia.
"Bagi negara-negara pencari pesawat tempur, yang lain sudah betul, kita liat ke F-15. Kalau mau lebih ke F16 Viper atau F18 karena akan lebih hemat biaya," sebut Connie.
Pengguna jet tempur Rafale saat ini selain Prancis ada India, Mesir, dan Qatar. (hoi/hoi)
★ CNBC
sumber : https://garudamiliter.blogspot.com/
0 Response to "RI Tinggalkan Sukhoi"
Post a Comment