Syarat Dibolehkannya Orang Kafir Masuk Masjid

Syarat Dibolehkannya Orang Kafir Masuk Masjid

Oleh: Zaid Royani, S.Pd.*

Akhir-akhir ini sering kita mendapati sebagian politisikafir(non-muslim) berkunjung ke beberapa pondok pesantren, dan masjid untuk memberikan sambutan, sumbangan atau santunan.Tentunya hal ini banyak menimbulkan berbagai pertanyaan di benak mayoritas kaum muslimin. Terutama dalam kasus ketika tokoh itu masuk ke masjid. Sebab, selama ini kaum muslimin telah memahami bahwa dilarang bagi orang kafir untuk masuk masjid kecuali jika untuk keperluan yang penting dan mendesak.

Harry Tanoe memberikan ceramah kepada sekelompok umat islam

Bagi pihak pengelola masjid mungkin ada yang beranggapan bahwa hal ini diperbolehkan. Karena masih termasuk katagori maslahat, ditambah lagi ketika menelaah kajian para ulama tentang hukum orang kafir masuk masjid, maka pembahasan para ulama berhenti pada pendapat mayoritas ulama yang  membolehkan orang kafir masuk masjid dengan syarat adanya maslahat yang penting dan kuat. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
 
Pertama,

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus beberapa penunggang kuda ke arah Nejd, tiba-tiba utusan itu kembali dengan membawa tawanan yang bernama Tsumamah bin Utsal, pemimpin suku daerah Yamamah. Merekapun mengikatnya di salah satu tembok Masjid Nabawi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati Tsumamah, lalu beliau memerintahkan, “Lepaskan Tsumamah.” Kemudian Tsumamah menuju kebun kurma dekat masjid, beliau mandi lalu masuk masjid, dan menyatakan masuk Islam dengan bersyahadat. Laa ilaaha illallaah muhammadur Rasulullah. (HR. Bukhari Muslim) .

Kedua,

Jakfar bin Zubair meriwayatkan bahwa utusan Kaum Nasrani Najran menemui Rasulullah di Madinah pada saat beliau shalat Ashar, dan masing-masing dengan memakai pakaian negeri Yaman yang indah, memakai jubah dan ridak (selendang) dari sutera, serta memakai cincin emas di tangan mereka. Kemudian mereka mengerjakan shalat di dalam masjid. Ketika itu ada diantara shahabat Nabi SAW yang berkata, "Kami belum pernah melihat rombongan yang seperti mereka itu". Lalu Nabi SAW bersabda, "Biarkanlah mereka itu mengerjakan shalat cara mereka". Dan mereka itu shalat menghadap ke arah timur. Sehabis shalat, mereka menghadap kepada Nabi SAW...” (HR. Bukhari Muslim)

Ketiga,

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Keluarga Sa’ad bin Bakr mengutus Dhaman bin Tsa’labah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang utusan, maka Dhaman pun pergi menemui beliau. Sesampainya ia di sana, ia menderumkan ontanya di dekat pintu masjid lalu menambatkannya. Kemudian ia masuk ke dalam masjid, waktu itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk-duduk bersama para shahabatnya. Maka bergegaslah ia menemui beliau hingga berdiri di hadapan rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya...” (HR. Bukhari)

Ketiga dalil di atas menjadi sandaran mayoritas ulama dalam membolehkan orang kafir masuk masjid. Meskipun ada sebagian ulama yang mengecualikan masjidil haram dan masjid-masjid sekitarnya. Sebagaimana pendapat ulama Syafi’iyah. (Imam An-Nawawi, Raudhatu ath-Thalibin: 1/296).

Pembahasan hukum orang kafir masuk masjid harus lebih detail lagi dari sebuah kesimpulan dibolehkannya hal ini. Terutama ketika menyikapi maraknya sebagian politisi yang ‘keluar-masuk’ masjid. Setidaknya terdapat beberapa perkara yang harus diperhatikan terkait syarat yang diberikan para ulama ketika mereka memperbolehkan hal ini, diantaranya:

Pertama, mendapat izin. Jika orang kafir hendak masuk masjid ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada kaum muslimin atau yang mewakilinya. Inilah syarat yang diberikan oleh madzhab Syafi’iyah dalam membolehkan orang kafir masuk masjid.

Kedua, Terdapat maslahat kuat. Dibolehkannya orang kafir masuk masjid adalah jika terdapat maslahat yang kuat baik untuk kaum muslimin atau untuk kebaikan dirinya. Maksud maslahat untuk kaum muslimin adalah jika orang kafir itu berprofesi sebagai tukang bangunan untuk membangun atau memperbaiki masjid itu.Sedangkan maksud untuk kebaikan dirinya seperti untuk mendengar pengajian, bacaan al-Qur’an, melihat orang shalat dan sebagainya sehingga dengan itu hatinya tertarik terhadap Islam. Inilah syarat yang diberikan madzhab Malikiyah dalam pendapatnya membolehkan orang kafir masuk masjid.

Ketiga, bukan untuk merendahkan masjid. Hendaknya orang kafir yang masuk masjid tidak bertujuan untuk merendahkan masjid atau menurunkan kehormatan dan fungsional masjid. Sebagaimana dilarangnya wanita yang berpakaian transparan untuk masuk masjid atau menggunakan sepatu ketika masuk masjid, berteriak-teriak, membuat gaduh dan lain sebagainya yang merendahkan kehormatan masjid.

Imam Al Mawardi berkata, “Selama masuknya orang kafir ke dalam masjid tidak untuk merendahkannya maka dibolehkan, namun jika hanya untuk makan dan tidur maka tidak boleh.” (Imam Al Mawardi, Al Ahkam As Sulthaniyah: 261)

Segala bentuk yang mengalihfungsikan masjid maka hal itu dilarang, sebagaimana larangan terhadap mengumumkan barang hilang di masjid, maka hal ini masuk katagori mengurangi kehormatan masjid. Sehingga Rasulullah bersabda, “Bukan untuk ini (mengumumkan barang hilang) masjid dibangun.” (HR. Muslim: 568)

Dari ketiga syarat di atas, perlu dikaji lebih dalam terkait kasus masukknya sebagian tokoh politik yang beragama non-muslim ke dalam masjid. Ketika ia telah mendapat izin untuk masuk masjid maka perkara berikutnya yang perlu ditimbang lagi adalah apakah terdapat maslahat yang kuat dengan masuknya ia ke masjid itu? Apakah masuknya ia ke masjid sebagai bentuk perendahan terhadap kehormatan masjid?
Tentunya ketika tokoh politik non-muslim masuk masjid untuk memberikan santunan, kunjungan dan lainnya bukanlah murni memberi santunan, murni kunjungan, sebagaimana ketika orang kafir biasa (bukan tokoh politik) masuk masjid. Sebab kedatangan mereka sedang membawa maksud dan tujuan lain yaitu ingin berpolitik demi kepentinganmereka dan hal ini tidak bisa dipungkiri.

Pembiaran politisi kafir masuk masjid untuk kampanye sama saja denganmempersilahkan orang kafir memanfaatkan masjiduntuk tipu muslihat politik terhadap kaum muslimin. Tentusajaperkarainibagiandari bentuk perendahan terhadap kehormatan masjid itu sendiri. Sebab mereka sedang memasuki masjid dengan baju kekufurannyadan sedang mengajak kaum muslimin untuk memilih dirinya menjadi pemimpin. Sehingga maslahat mereka masuk masjid pun tidak didapatkan. Adapun yang terjadi adalah sebuah kemadhorotan besar bagi masjid dan kaum muslimin.

Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa syarat adanya maslahat yang kuat ketika mereka masuk masjid tidak terpenuhi, bahkan justru madharat yang akan didapatkan oleh kaum muslimin. Karena jika mengaharapkan ketertarikan mereka terhadap Islam maka menjadi hal yang sangat jauh karena pada saat itu mereka justru sedang mengharapkan ketertarikan (keridhaan) kaum muslimin pada dirinya dan agamanya.
Sedang dari sisi perendahan kehormatan masjid sangat jelas. Sebab secara tidak langsung mereka menjadikan masjid sebagai tempat untuk mengajak kepada kekufuran dan kemungkaran yaitu memilih pemimpin kafir.  Wallahu a’lam.

*Penulis adalah Da’i MADINA

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Syarat Dibolehkannya Orang Kafir Masuk Masjid"

Post a Comment