Pengungsi etnis Rohingya berada di atas kapal KM Nelayan 2017.811 milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon. Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara. (antara) ★
Kementerian Luar Negeri RI menduga sejumlah pihak asing sengaja mengarahkan pengungsi Rohingya ke Aceh sebagai tempat persinggahan sementara.
Berdasarkan analisis Kemenlu, imigran Rohingya itu awalnya terkonsentrasi di kamp pengungsian di Bangladesh.
Namun, lokasi itu saat ini sudah kelebihan kapasitas. Banyak pengungsi kemudian berupaya mencari suaka ke Malaysia lewat kelompok-kelompok kecil atau sindikat perdagangan manusia.
Pengungsi Rohingya itu rela membayar sejumlah uang untuk bisa melakukan perjalanan lewat laut dengan tujuan utama ke Malaysia.
Di atas kapal, mereka dibekali alat GPS yang langsung terkoneksi ke sejumlah lembaga internasional, baik itu LSM maupun kedutaan besar.
"Mereka punya koneksi dan jaringan di Aceh. Mereka dipandu dengan GPS. Indonesia ini jadi lokasi mereka sementara. Mereka melakukan drop out lalu mereka diselundupkan ke Malaysia oleh kelompok-kelompok kecil," kata Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Kemlu RI, Achsanul Habib, saat rapat dengan DPR Aceh, Rabu (4/1).
"Kita juga melihat koordinat GPS mereka itu juga dimiliki oleh badan internasional, LSM, LSM internasional, dan pemerintah negara asing lewat duta besar. Koordinat mereka tercatat dan disebarkan, termasuk pergerakan mereka di tengah laut," ucapnya.
Menurut Achsanul, kelompok sindikat perdagangan manusia ini sengaja mengarahkan pengungsi Rohingya ke Indonesia karena sejumlah negara lain menolak mereka.
Di Indonesia, mereka ditolong dengan prinsip kemanusiaan. Kebijakan Indonesia itu dimanfaatkan oleh para penyelundup manusia.
"Indonesia dengan UU kedaruratan masih ditolong dengan prinsip kemanusiaan. Namun, ini juga sering dimanfaatkan atau disalahgunakan oleh kelompok lain itu," ucapnya.
Bentuk satgas
Mendengar pemaparan ini, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pun mendorong pembentukan satgas penanganan pengungsi di Aceh.
Pembentukan satgas ini dinilai penting lantaran Aceh kerap menjadi tujuan pengungsi ilegal, baik dari negara asal Somalia, Afghanistan, Myanmar, maupun kawasan lainnya.
Para pengungsi yang menggunakan berbagai modus agar dapat berlabuh ke Aceh itu juga hanya menjadikan daerah ini sebagai lokasi transit ke negara tujuan mereka.
"Kita menyepakati pembentukan satgas penanganan pengungsi Rohingya di Aceh, sementara menyangkut penganggaran akan didiskusikan lebih lanjut dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Satgas Pemerintah Pusat," kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky.
Ia juga mendesak pemerintah pusat untuk melakukan revisi Perpres Nomor 125 Tahun 2016 agar pemerintah daerah bisa menangani pengungsi Rohingya lebih lanjut.
Pemerintah Aceh juga diminta segera mempercepat pembentukan Satgas Penanganan Pengungsi dan berkoordinasi dengan Satgas Pusat.
"Secara kemanusiaan, semua lintas sektoral di Aceh tetap memfasilitasi kehadiran etnis Rohingya ini dengan batas waktu tertentu," tuturnya.
"Selanjutnya, pengungsi ini akan ditangani oleh UNHCR dan IOM. Mereka bersinergi dengan lembaga dunia lainnya untuk menempatkan para pengungsi kepada negara penerima suaka politik."
Dia menjelaskan bahwa setelah Satgas dibentuk, nantinya akan dilakukan rapat koordinasi lanjutan untuk membahas penanganan pengungsi Rohingya di Aceh.
"Kami dari DPR Aceh tetap menunggu progres pada kesempatan pertama, apakah Satgas itu sudah dibentuk, SK-nya sudah dibentuk. Kita juga akan terus menunggu informasi perkembangan kebijakan dari pemerintah pusat terkait penanganan pengungsi Rohingya di Aceh," ucapnya. (dra/has/bac)
Kementerian Luar Negeri RI menduga sejumlah pihak asing sengaja mengarahkan pengungsi Rohingya ke Aceh sebagai tempat persinggahan sementara.
Berdasarkan analisis Kemenlu, imigran Rohingya itu awalnya terkonsentrasi di kamp pengungsian di Bangladesh.
Namun, lokasi itu saat ini sudah kelebihan kapasitas. Banyak pengungsi kemudian berupaya mencari suaka ke Malaysia lewat kelompok-kelompok kecil atau sindikat perdagangan manusia.
Pengungsi Rohingya itu rela membayar sejumlah uang untuk bisa melakukan perjalanan lewat laut dengan tujuan utama ke Malaysia.
Di atas kapal, mereka dibekali alat GPS yang langsung terkoneksi ke sejumlah lembaga internasional, baik itu LSM maupun kedutaan besar.
"Mereka punya koneksi dan jaringan di Aceh. Mereka dipandu dengan GPS. Indonesia ini jadi lokasi mereka sementara. Mereka melakukan drop out lalu mereka diselundupkan ke Malaysia oleh kelompok-kelompok kecil," kata Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Kemlu RI, Achsanul Habib, saat rapat dengan DPR Aceh, Rabu (4/1).
"Kita juga melihat koordinat GPS mereka itu juga dimiliki oleh badan internasional, LSM, LSM internasional, dan pemerintah negara asing lewat duta besar. Koordinat mereka tercatat dan disebarkan, termasuk pergerakan mereka di tengah laut," ucapnya.
Menurut Achsanul, kelompok sindikat perdagangan manusia ini sengaja mengarahkan pengungsi Rohingya ke Indonesia karena sejumlah negara lain menolak mereka.
Di Indonesia, mereka ditolong dengan prinsip kemanusiaan. Kebijakan Indonesia itu dimanfaatkan oleh para penyelundup manusia.
"Indonesia dengan UU kedaruratan masih ditolong dengan prinsip kemanusiaan. Namun, ini juga sering dimanfaatkan atau disalahgunakan oleh kelompok lain itu," ucapnya.
Bentuk satgas
Mendengar pemaparan ini, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pun mendorong pembentukan satgas penanganan pengungsi di Aceh.
Pembentukan satgas ini dinilai penting lantaran Aceh kerap menjadi tujuan pengungsi ilegal, baik dari negara asal Somalia, Afghanistan, Myanmar, maupun kawasan lainnya.
Para pengungsi yang menggunakan berbagai modus agar dapat berlabuh ke Aceh itu juga hanya menjadikan daerah ini sebagai lokasi transit ke negara tujuan mereka.
"Kita menyepakati pembentukan satgas penanganan pengungsi Rohingya di Aceh, sementara menyangkut penganggaran akan didiskusikan lebih lanjut dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Satgas Pemerintah Pusat," kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky.
Ia juga mendesak pemerintah pusat untuk melakukan revisi Perpres Nomor 125 Tahun 2016 agar pemerintah daerah bisa menangani pengungsi Rohingya lebih lanjut.
Pemerintah Aceh juga diminta segera mempercepat pembentukan Satgas Penanganan Pengungsi dan berkoordinasi dengan Satgas Pusat.
"Secara kemanusiaan, semua lintas sektoral di Aceh tetap memfasilitasi kehadiran etnis Rohingya ini dengan batas waktu tertentu," tuturnya.
"Selanjutnya, pengungsi ini akan ditangani oleh UNHCR dan IOM. Mereka bersinergi dengan lembaga dunia lainnya untuk menempatkan para pengungsi kepada negara penerima suaka politik."
Dia menjelaskan bahwa setelah Satgas dibentuk, nantinya akan dilakukan rapat koordinasi lanjutan untuk membahas penanganan pengungsi Rohingya di Aceh.
"Kami dari DPR Aceh tetap menunggu progres pada kesempatan pertama, apakah Satgas itu sudah dibentuk, SK-nya sudah dibentuk. Kita juga akan terus menunggu informasi perkembangan kebijakan dari pemerintah pusat terkait penanganan pengungsi Rohingya di Aceh," ucapnya. (dra/has/bac)
★ CNN
sumber : https://garudamiliter.blogspot.com/
0 Response to "Lembaga Asing Sengaja Giring Pengungsi Rohingya ke Aceh"
Post a Comment