Kala Menhan Tolak Republik dalam Republik

  Saat tinjau Bandara di Morowali KRI BHT 370 turut latihan di Morowali (Dispenal)

Pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau bandara di lokasi pertambangan Morowali Sulawesi Tengah memicu perhatian serius.

Sjafrie menyampaikan sorotannya usai menghadiri Latihan Terintegrasi 2025 TNI dan instansi lain di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (20/11/2025).

Menhan menyebut keberadaan bandara tanpa kehadiran negara sebagai anomali yang dapat membuat kedaulatan ekonomi Indonesia rawan.

  Menhan tinjau bandara di Morowali  
Sebagaimana dilansir situs web resmi Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, bandara yang dirujuk Sjafrie adalah bandara yang terletak dekat dengan jalur laut strategis yakni Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI II dan III.

Peninjauan di lokasi pada 19 November itu dilakukan Sjafrie dalam kapasitasnya juga sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan Pengawas Tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Saat itu di lokasi, simulasi pertahanan digelar oleh Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas).

Simulasi ini adalah latihan menangani pesawat asing atau gelap (black flight) yang melanggar wilayah kedaulatan udara.

Sehari setelahnya, masih ada lagi unjuk kekuatan militer di lokasi itu yang berupa penerjunan operasi perebutan dan pengamanan pangkalan udara atau OP3U oleh Yonko 466 Korpasgat, disusul Yonif 432 dan 433 Brigif Para Rider 3/TBS Kostrad.

Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Hatta—370 dan KRI Panah-625 juga tampil dalam simulasi operasi penyergapan dan penindakan maritim.

  Soroti anomali, tak boleh ada republik dalam republik  
Menhan Sjafrie secara khusus menyoroti adanya “anomali” dalam regulasi yang menciptakan celah kerawanan terhadap kedaulatan ekonomi.

Sjafrie menekankan perlunya deregulasi dan peningkatan pembangunan kekuatan pertahanan di titik-titik krusial nasional.

Sjafrie menyampaikan pesan yang ditujukan kepada seluruh elemen bangsa, menegaskan bahwa negara tidak akan berhenti menindak kegiatan ilegal yang merugikan kekayaan nasional, seperti yang terjadi pada kasus pertambangan ilegal di Bangka sebelumnya.

Menhan RI berjanji akan melaporkan semua temuan dan evaluasi kepada Presiden RI.

Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik. Kita harus tegakkan semua ketentuan tanpa kita melihat latar belakang dari manapun asalnya,” tegas Sjafrie.

  Kemhan : Ini soal kehadiran negara di objek vital  
Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Setjen Kemhan, Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait, menegaskan bahwa pernyataan Menhan harus dipahami sebagai peringatan umum terkait pengawasan negara di objek vital.

Pernyataan itu pada dasarnya mengingatkan pentingnya kehadiran perangkat negara di setiap objek vital. Untuk detailnya kami belum bisa menyampaikan, jadi sementara kami mengacu pada penjelasan umum yang sudah disampaikan Menhan saat kunjungan di lapangan,” kata Rico kepada Kompas.com, Selasa (25/11/2025).

Intinya perhatian tersebut muncul dari evaluasi umum dan menjadi catatan agar pengawasan negara di titik strategis tetap kuat.” ucapnya.

Menurut Rico, absennya pengawasan negara di sebuah bandara dapat membuka celah aktivitas yang tidak tercatat. Namun demikian, Kemhan masih menunggu pendalaman bersama instansi terkait sebelum memberikan penilaian risiko lebih rinci.

Kalau pengawasan negara di sebuah bandara tidak lengkap, ruang bagi aktivitas yang tidak tercatat memang bisa terbuka, dan itu bisa berdampak pada keamanan nasional maupun lalu lintas ekonomi,” ucapnya.

Lantas, apakah bandara di kawasan Morowali itu adalah "bandara gelap"? Mungkinkah ada "bandara gelap" semacam itu?

  “Bandara gelap” dianggap mustahil  
TNI berlatih di Morowali, karena banyak bisnis ilegal (Kompas)

Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie berpandangan, tidak mungkin ada bandara yang benar-benar terturup.

Dia bilang, struktur regulasi yang ada sudah sangat ketat.

Dalam regulasi Tata Kebandarudaraan Nasional tidak ada kategori Bandara Tertutup. Kategori bandara hanya Bandara Khusus dan Bandara Umum, yang kemudian melayani rute domestik atau domestik & internasional,” kata Alvin.

Ia menyebutkan, Bandara Morowali sendiri merupakan bandara khusus, yang hanya melayani penerbangan milik pemilik bandara, penerbangan tidak berjadwal yang memiliki perjanjian dengan pengelola, serta pesawat negara.

Namun, Alvin menegaskan sistem penerbangan Indonesia sudah memiliki mekanisme berlapis yang membuat “penerbangan gelap” hampir mustahil terjadi.

Untuk pesawat berregistrasi asing, prosedurnya bahkan sangat ketat: Setiap penerbangan harus lebih dulu mengantongi security clearance yang diterbitkan bersama oleh Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perhubungan.

Izin itu menjadi syarat untuk mendapatkan flight approval.

Tanpa keduanya, pesawat asing otomatis tidak akan dilayani oleh navigasi penerbangan dan akan dicegat oleh unsur TNI begitu memasuki wilayah udara Indonesia.

Untuk pesawat Indonesia, aturan dibedakan berdasarkan kapasitas.

Pesawat domestik berkapasitas di bawah 25 kursi cukup mengajukan flight plan tanpa perlu flight approval.

Namun, pesawat berkapasitas di atas 25 kursi wajib memiliki flight approval, izin rute, dan baru kemudian dapat mengajukan flight plan.

Alvin menegaskan bahwa seluruh bandara tetap berada dalam pengawasan negara.

Pengawasan operasional di lapangan dilakukan oleh Otoritas Bandara, sementara pengaturan dan pemantauan lalu lintas udara sepenuhnya ditangani AirNav Indonesia.

Bila sebuah bandara melayani penerbangan internasional, perangkat negara seperti imigrasi, bea cukai, dan karantina wajib hadir di sana.

Dengan mekanisme berlapis tersebut, Alvin menyebut peluang terjadinya penerbangan tidak tercatat nyaris mustahil.

Pengawasan dan pelayanan penerbangan itu berlapis-lapis. Mustahil ada penerbangan gelap. Jika sampai terjadi penerbangan gelap, berarti semua instansi berhasil dibobol,” ujarnya.

  DPR akan cek ke lapangan  
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, telah menghubungi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara soal pernyataan Menhan yang ramai diperbincangkan di media sosial.

Kepada Kompas.com, ia menegaskan bahwa Komisi V akan mempelajari struktur operasi bandara khusus dan menjadwalkan kunjungan setelah masa reses.

Kami sendiri belum pernah pergi ke bandara ini. Nanti kami akan cek langsung. Karena bandara ini statusnya bandara khusus. Itu ada aturannya,” kata Lasarus.

Bandara khusus diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sebagai bandar udara yang hanya digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha tertentu, misalnya industri, tambang, atau perkebunan.

Status ini berbeda dengan bandara umum yang melayani publik. Karena fungsinya terbatas untuk internal perusahaan, bandara khusus tidak diwajibkan memiliki perangkat negara secara penuh seperti imigrasi, bea cukai, karantina, atau otoritas bandara yang menetap.

Negara hadir sebatas sebagai pemberi izin pembangunan dan izin operasi, serta melakukan audit keselamatan dan pengawasan berkala.

Meski demikian, UU tetap mengatur standar keselamatan, keamanan, dan operasional minimum yang harus dipenuhi bandara khusus.

Namun karena sifatnya bukan untuk layanan publik, pengelolaan sehari-hari, termasuk keamanan, fasilitas, hingga alur penumpang sepenuhnya berada di tangan pemilik bandara, umumnya perusahaan swasta.

Menurut Lasarus, operasional bandara khusus tetap harus memenuhi ketentuan hukum.

Ia sependapat dengan Menhan soal perlunya kehadiran negara.

Saya sepakat dengan Pak Sjafri bahwa harus ada unsur perangkat negara di sana. Harus ada dong.” ucapnya.

  Izin terbang tidak bisa sembarangan  
Lasarus menuturkan bahwa baik pesawat domestik maupun asing yang turun dan terbang dari atau menuju bandara khusus tetap harus mengikuti mekanisme izin, slot time, dan clearance lintas kementerian.

Misalnya, izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) maupun pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Misalnya ada private jet dari China mau masuk situ, itu ada izin terbang, slot time dari Kemenhub. Ada clearance dari Kemenlu, ada clearance lagi dari Bea Cukai. Itu ada aturannya.” Kata Lasarus.

  Analoginya dengan terminal khusus  
Lasarus membandingkan bandara khusus dengan terminal khusus (tersus) di sektor pelabuhan.

Dia bilang, pelabuhan khusus juga memiliki Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Di tersus itu kapal tidak boleh berlayar tanpa izin KSOP. KSOP itu unsur negara.” kata Lasarus.

Menurutnya, prinsip serupa harus berlaku di bandara khusus.

Keberadaan aparat seperti kepolisian dianggap bisa menjadi bentuk kehadiran negara.

Harus ada unsur negara. Enggak bisa enggak ada unsur negara,” kata dia.

Ia menyatakan akan meminta penjelasan tuntas dari Kemenhub. Komisi V berencana meninjau Morowali pada masa sidang Januari.

Karena ini juga mendapat perhatian publik dan kami melihat kalau sama sekali tidak ada pejabat negara di sana, jaminannya apa? Sejauh apa kemampuan kita mendeteksi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.” kata Lasarus.

  💂 
Kompas  


sumber : https://garudamiliter.blogspot.com/

0 Response to "Kala Menhan Tolak Republik dalam Republik"

Post a Comment