foto by: lintasjari |
"Pada prinsipnya, keberatan kami ada propaganda bahwa LGBT merusak moral. Kami keberatan poin itu. Menurut kami, itu ikut mendorong corong kebencian," kata Yasmin Purba dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) yang ikut mengawal somasi ini, Kamis, 4 Februari.
Bila ditelusuri lebih jauh, argumen mereka selalu berujung pada HAM. Diktum-diktum dalam deklarasi universal Hak Asasi Manusia yang disahkan PBB pada 10 Desember 1948 memang memberi ruang gerak yang leluasa, lantaran orientasi seksual dianggap sebagai pribadi yang tak boleh diganggu.
Dalam pandangan dai, maraknya LGBT dan keberanian mereka melawan norma umum menghasilkan dua PR sekaligus:
Pertama, penyakit fahisyah ala kaum Luth ini telah eksis dan berbahaya di negeri ini. Bahayanya terhadap Islam, karena ia adalah kemunkaran serius yang mudah menular, militan dan gila yang dalam sejarah nabi Luth tak mempan ditangani dengan dakwah. Penyelesaian masalah ini harus dengan cara radikal; Allah balikkan tanah mereka atas ke bawah dan menghujani mereka dengan batu demi sebuah kepunahan yang tuntas. Mereka jika kuat akan bertindak radikal dan anarkis, sebagaimana dalam sejarah mereka berniat mengusir nabi Luth dari kampung mereka hanya karena nabi Luth mendakwahi mereka untuk kembali kepada naluri yang benar.
Kedua, sistem nilai yang berfungsi melindunginya adalah HAM. Dai harus serius menjadikan HAM sebagai obyek pembahasan untuk dijauhi umat, dibenci dan diruntuhkan. HAM adalah alat yang diciptakan pemenang perang dunia kedua untuk menjadikan sistem syirik ini berlaku secara universal. Bahkan jika harus diletakkan dalam skala prioritas, masalah HAM ini harus lebih serius dihantam dibanding penyakit LGBT itu sendiri. Ini mengacu pada pola yang digunakan Al-Qur'an, syirik lebih dimusuhi oleh Allah dibanding pembunuhan, pencurian, korupsi, narkoba dan LGBT ini. Sebab syirik adalah sistem nilai, sementara pembunuhan hanya sebuah kriminal.
Syirik Modern
Menarik jika kita menilik istilah-istilah yang biasa mereka pakai dan substansi maknanya. Demokrasi, Pluralisme, Liberalisme dan HAM adalah istilah populer untuk payung perlindungan setiap kesesatan atau penyimpangan yang dilakukan manusia modern. Kesalahan mereka menjadi tampak baik dan humanis dengan diatas-namakan istilah-istilah tersebut.
Demokrasi adalah mengembalikan semua urusan kepada rakyat. Pluralisme bermakna membiarkan dan saling menghargai semua jenis perbedaan; keyakinan, ras, bahasa dll. Liberalisme adalah kebebasan dalam segala hal, baik ekonomi, politik dan agama. Sementara HAM adalah jaminan setiap manusia untuk mendapatkan hak-haknya secara merdeka, tak boleh ada yang mengintimidasi baik dari negara atau agama.
Keempat istilah ini dirangkum dengan tepat oleh Islam dengan satu istilah saja; syirik. Kata ini mengandung substansi makna persekutuan atau inklusif dalam istilah modern, lawan dari eksklusif dan khas yang menjadi ciri Tauhid. Syirik bermakna tidak sendiri, tidak tunggal, tidak eksklusif tapi moderat, inklusif, toleran, demokratis, plural, liberal dan menghargai hak asasi manusia.
Tauhid bersifat eksklusif dan khas, ada aturan tunggal, kesetiaan tunggal dan sistem tunggal, sebuah antitesa dari inklusif, plural, liberal dan demokratis. Penyimpangan dari konsep tunggal yang eksklusif ini dianggap salah oleh Islam alias batil. Sementara konsep syirik intinya tidak ada kebenaran tunggal, karena semuanya terbuka, bebas partisipasi, setara, dan saling menghargai Islam menjadikan syirik sebagai pangkal kebatilan dan kejahatan, meski ia hanya sebuah sistem nilai alias ideologi, yang tersimpan rapi di lubuk hati paling dalam. Masalahnya, seluruh anggota badan manusia digerakkan oleh ideologi yang tersimpan di hati ini. Maka ia harus dihapus dari hati manusia dan diruntuhkan dari panggung kehidupan.
Tantangan Bernama Syubhat
Semua kebatilan dibungkus dengan argumen dan logika yang manis sehingga hanya sisi kebaikan yang tampak di mata manusia, tak terlihat sisi buruknya. Islam menamakannya dengan syubhat, sesuatu yang remang-remang, kadang terasa sebagai kebatilan tapi lain waktu tampak sebagai kebenaran. Syubhat dari kata syibh yang artinya serupa atau mirip. Ada kemiripannya dengan kebenaran, ada keserupaan dengan kebatilan.
Empat kata di atas tepat disebut sebagai syubhat. Demokrasi disanjung sebagai tata-politik adiluhung, sebuah pencapaian terbaik umat manusia dalam mencarinya. Padahal jika diletakkan dalam timbangan syariat, ia adalah sistem politik yang bertolak belakang dengan konsep tauhid. Persoalannya hanya siapa yang menjelaskan Demokrasi ini. Demokrasi di tangan pemeluknya akan dicitrakan sebagai sistem ideal dambaan manusia, nyaris tak ada cela. Tapi di tangan dai, ia bisa berwujud sesosok monster jahat yang wajib dienyahkan dan ditumbangkan sampai akar, karena dialah yang paling 'berjasa' menyingkirkan Tauhid dari kehidupan.
Demikian pula dengan HAM. Banyak orang tertindas kekuasaan, dibela oleh pegiat HAM. Bagi rakyat, HAM adalah instrumen penyelamat yang dirindukan.Tapi masalahnya, HAM pula yang membuat LGBT berkembang biak dengan leluasa. Aliran sesat semacam Syiah juga terlindungi dengan keberadaan HAM. Dua wajah inilah yang membuat HAM tepat disebut syubhat.
Tugas seorang dai menjelaskan seterang matahari perkara-perkara syubhat yang berkembang di tengah masyarakat, terutama syubhat yang bercorak ideologi dan dijadikan payung untuk banyak kebatilan turunannya. Kalau seorang dai menyerah untuk menyerang perkara syubhat disebabkan kuatnya persepsi positif masyarakat terhadapnya, tamatlah riwayat dakwah.
Lebih repot lagi, syubhat empat serangkai di atas sudah menyatu mendarah-daging dalam sistem kehidupan masyarakat, la telah menjadi saraf dan urat nadi kehidupan, la telah berwajah undang-undang yang sakral, la telah menjelma menjadi konstitusi yang lengkap daftar sanksi dan hukumannya jika dilanggar. Bahkan ia telah dilengkapi dengan penjara, polisi dan tentara untuk menjaganya.
Zaman seperti ini menghajatkan dai-dai yang cerdas mengurai syubhat, berani melawan arus, tegar dalam keterasingan, dan pantang surut dengan segala konsekwensi yang tak ringan. Bukan hanya harta, bahkan nyawa bisa saja menjadi taruhannya. Tapi sayang, sejauh ini sosok-sosoktangguh seperti itu masih langka, untuk tidak mengatakan belum ada. Masih mandulkah rahim-rahim mukminat melahirkannya. Sampai kapankah umat menunggu kehadiran orang-orang yang mewakafkan dirinya di jalan dakwah yang tak biasa ini, di tengah banyaknya dai yang lebih sering membahas pinggiran bukan menyerang lubuk hati kebatilan. Wallahua'lam.
Diambil dari Majalah An Najah, Edisi 1241 Jumadal Ula -Jumadal Ukhro 1437 H | Maret 2016
sumber : http://www.jurnalmuslim.com
0 Response to "HAM; Syirik Modern yang Penuh Syubhat"
Post a Comment