Balada Demokrasi Bagi Umat Islam

Jurnalmuslim.com - Sungguh kepemimpinan adalah hal yang paling berat didalam Islam. Karenya, kepemimpinan tidak boleh diberikan kepada sembarang orang. Sedangkan memberikan kepemimpinan kepada sembarang orang adalah awal kehancuran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ

قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ

فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

“Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggu saja kehancuran akan terjadi. Ada seorang sahabat bertanya; ‘Bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu”. (HR. Bukhari, no. 6015)

illustrasi

Sungguh benarlah ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas. “Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggu saja kehancuran akan terjadi”. Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia ialah amanah ketaatan kepada Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta dengan segenap isinya. Manusia hadir ke muka bumi ini telah diserahkan amanah untuk berperan sebagai Khalifah yang diwajibkan membangun dan memelihara kehidupan di dunia berdasarkan aturan dan hukum Yang Memberi Amanah, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ

وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا

وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”. (QS. Al-Ahzab 33 : 72)

Amanat ketaatan ini sedemikian beratnya sehingga makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi dan gunung saja enggan memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Kemudian ketika ditawarkan kepada manusia, amanat itu diterima. Sehingga dengan pedas Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”.

Sungguh benarlah Allah Ta’ala…! Manusia pada umumnya amat dzalim dan amat bodoh. Sebab tidak sedikit manusia yang dengan terang-terangan mengkhianati amanat ketaatan tersebut. Tidak sedikit manusia yang mengaku beriman tetapi tatkala memiliki wewenang kepemimpinan mengabaikan aturan dan hukum Allah Ta’ala.

Mereka lebih yakin akan hukum buatan manusia –yang amat dzalim dan amat bodoh itu- daripada hukum Allah Ta’ala. Oleh karenanya Allah hanya menawarkan dua pilihan dalam masalah hukum. Taat kepada hukum Allah atau hukum jahiliyah? Syari’at Allah atau Syari’atnya Thoghut, dan tidak ada pilihan ketiga.

Misalnya kombinasi antara hukum Allah dengan hukum jahiliyah, maka demi Allah tidak ada sama sekali..! Karena mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil adalah kebatilan. Maka Allah secara tegas memberikan pilihan kepada hambanya terkait masalah hukum. Allah berfirman,

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ

وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ

حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (QS. Al-Maa’idah 5 : 50)

Pilih Allah atau pilih Thoghut, pilih syari’at Allah atau syari’at syaithon, sebagaimana ditegaskan oleh Sayyid Quthb ketika menjelaskan ayat ini:

فانه ليس هناك مناجه بين بين اما حكم الله و اما حكم الطاغوت اما شريعة الله و اما شريعة الشيطان و اما الحق و اما الباطل

“Karena sesungguhnya didalam Islam tidak ada prinsip setengah”. Kalau tidak menggunakan hukum Allah maka pasti hukum Thoghut. Kalau bukan syari’at Allah, pasti syari’atnya Thoghut. Kalau bukan kebenaran, pasti kebatilan”. (Tafsir Fie Dhilalil-Qur’an)

Sedangkan hari ini kita sebagai kaum Muslimin menyaksikan bagaimana hukum Allah dicampakkan dibumi mayoritas yang penduduknya beragama Islam, termasuk Indonesia, dan dijadikannya hukum syetan sebagai pedoman dan aturan. Karena sesungguhnya pedoman dan aturan selain Al-Qur’an dan sunnah adalah aturan syaithon.

Bagaimana pula negara-negara yang mayoritas berpenduduk kaum Muslimin justru bertengger didalamnya sistem-sistem dan hukum-hukum pemerintahan yang musyrik, bahkan lebih parah dari itu, kemusyrikan sistem dan hukum tersebut, justru dianggap bagian dari Islam oleh kaum Muslimin itu sendiri.

Lihatlah begitu najis dan syiriknya “Agama Demokrasi” yang menjadikan rakyat sebagai Tuhan (seperti dalam slogan utama demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat) justru kesyirikan yang begitu jelas ini dianggap sebuah kebaikan dan bagian dari Islam. Aduhai, betapa hinanya ummat ini, karena hal yang najis justru malah disucikan.

Inilah beratnya sebuah kepemimpinan didalam Islam, karena tolak ukur sah atau tidaknya suatu pemerintahan, tergantung tegak atau tidaknya didalamnya syari’at Islam. Karena, ketahuilah wahai kaum Muslimin, satu hukum Islam saja yang sengaja ditinggalkan dalam suatu pemerintahan, maka menjatuhkan pemerintahan itu kedalam kemurtadan. Allah berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا ﴿النساء:٦۰﴾

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada Thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thoghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya“. (QS. An-Nisa’ 4 : 60)

Perhatikanlah wahai kaum Muslimin…!! Allah menegaskan bahwa orang-orang yang meninggalkan satu saja syari’at Allah atau merujukkan satu saja urusannya kepada hukum Thoghut, maka keimanan orang tersebut hanyalah pengakuan saja yang berarti ia tidak punya iman alias murtad.

Maka sungguh penyepelean terhadap hukum Allah dalam kepemimpinan adalah kemaksiatan yang besar, sedangkan meninggalkannya adalah kekafiran. Karena bagaimana mungkin orang disebut sebagai mukmin, sedangkan dia yakin Allah sebagai pencipta langit dan bumi, tapi disisi lain malah mengingkari hak Allah untuk mengatur langit dan bumi ini. Padahal Allah berfirman,

أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Ketauhilah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah. Tuhan semesta alam”. (QS. Al-A’raf 7 : 54)

Jika sebuah pemerintahan menerapkan hukum Allah dan menjadikan syari’at Allah berupa Al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber dan rujukan, kemudian ditengah perjalanan tapuk kepemimpinan pemerintah itu sengaja meninggalkan satu saja hukum Allah, maka jatuhlah pemerintahan itu kedalam kekafiran, padahal hanya satu hukum saja yang ditinggalkan.

Maka apa gerangan dengan pemerintahan yang sejak awal menjadikan kekafiran sebagai rujukan, menjadikan syari’at demokrasi sebagai tujuan, pancasila sebagai pedoman dan undang-undang syetan sebagai pegangan, sungguh tidak diragukan lagi pemerintah seperti inilah yang jauh lebih layak untuk dikafirkan dan ditinggalkan.

Sungguh tidak mengherankan, jika kaum Muslimin hari ini berbondong-bondong meninggalkan hukum Islam. Karena Rasulullah pun telah mengabarkan tentang hal yang akan pertama kali lepas dari diri umat Islam adalah hukum, dimana banyak orang hari ini yang mengaku Islam, justru acuh tak acuh terhadap hukum-hukum Islam.

Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu meriwayatakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tali-tali pengikat Islam ini akan terlepas satu per satu. Setiap kali satu tali terlepas , manusia akan berpegang pada tali berikutnya. Yang pertama akan terlepas adalah hukum Allah yang terakhir adalah shalat”. (HR. Ahmad dan At-Thabrani. Perawi hadits ini adalah perawi shahih)

Maka ketika hari ini umat Islam berbondong–bondong melepaskan ikatan hukum Islam, merekapun mencari ikatan hukum lain selain Islam. Tampaklah fenomena umat Islam menjadikan demokrasi sebagai jalan keluar, padahal itu adalah kemusyrikan. Na’udzubillah…!

Maka Ketahuilah wahai kaum Muslimin, bahwa pesta demokrasi baik Pilpres (Pemilihan Presiden), Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dan lain-lain adalah acara syirik yang bisa menceburkan kalian kedalam kubangan kemusyrikan. Demi Allah, tidak ada maslahat dan kebaikan sedikit pun dari kemusyrikan didalam Islam. Maka saksikanlah para wakil rakyat yang lahir dari rahim syirik demokrasi baik Pilpres Pilkada dan lain-lain, tidak akan menjadikan kebaikan dan kemakmuran bagi kalian, jangankan kebahagiaan akhirat, kebahagiaan duniapun tidak akan kalian dapatkan, karena kebahagiaan dunia dan akhirat kalian itu ada pada berpegang teguh kepada syari’at islam dan bukan dengan cara mengikuti sistem demokrasi.

Sadarlah wahai kaum Muslimin, karena ketidaktahuan kalian kepada kemusyrikan adalah musibah terbesar bagi generasi islam. Ibnu Jauzy mengatakan,

ليس الخطر أن يقوم الصراع بين الحق والباطل … لكن الخطر أن يفقد الناس الاحساس بالفرق بين الحق والباطل.. وإذا فُقد الاحساس بالفرق بين الحق والباطل اضاعة الانسانية

“Bahaya itu bukan karena adanya pertarungan antara haq dan bathil, akan tetapi bahaya itu apabila hilang pada diri manusia sikap membedakan antara yang haq dan yang bathil, karena jika hilang kepahaman antara haq dan bathil pada diri manusia, telah hilang pulalah jiwa kemanusiannya”. Wallahu a’lam.. (Ustadz Qutaibah/manjanik)

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Balada Demokrasi Bagi Umat Islam"

Post a Comment