illustrasi |
Jauh sebelum kelahiran Nabi Isa masyarakat pada wilayah ini telah mempunyai peradaban yang maju. Dengan kemajuan tersebut bangsa Babylonia membagi negerinya menjadi wilayah-wilayah administratif kepada beberapa negara yang ber-otonomi penuh, masing-masing mempunyai Tuhan sendiri dan mempunyai pembesar yang bergelar raja. Akhirnya lambat laun negeri-negri kecil tersebut senantiasa terlibat konflik akibat mempertahankan supremasi politik dan otoritas bangsa mereka masing-masing.
Keturunan bangsa Semit yang pertama kali mendatangi Mesopotamia adalah Suku Akkadia yang didirikan oleh Sargon I (2800 SM). Kedatangan Suku Akkadia adalah merupakan suatu berkah bagi bangsa-bangsa yang ada di lembah tersebut, Sargon I. berhasil meredam konflik yang timbul diantara raja-raja (Negara kota) dan mampu menyatukan mereka kedalam satu wilayah di bawah kekuasaannya. Sargon I juga berhasil menaklukkan Syria.
Kepiawaian raja Sargon I dalam mengakomodir serta mengadministrasi dan mengorganisasi kekuasaannya kedalam sistem pemerintahan sentralisasi, sistem inilah yang pada akhirnya dijadikan model pemerintahan masa modern.
Sedangkan suku kedua dari bangsa Semit yang bernama Amoriah di bawah kepemimpinan Hammurabi (2123 – 2081 SM) berhasil merebut supremasi politik di wilayah lembah Mesopotamia. Hammurabi dikenal sebagai penguasa Babylonia dan penguasa dunia terbesar sepanjang sejarah peradaban pra modern melalui sejumlah ekspansi wilayah kekuasaannya. Setelah menaklukkan Akadia dan Sumeru, Hammurabi menamakan negerinya dengan nama negeri Babylonia.
Hammurabi adalah seorang administrator dan dan sekaligus legislator yang handal sepanjang sejarah pra modern, ia berhasil merumuskan dan mengkodifikasikan hukum-hukum tata negara yang diberlakukan di negerinya (Babylonia). Pada Tahun 1901-1902, seorang ahli arkeologi berkebangsaan Perancis yang bernama M. de Morgan menemukan Susa’. Susa’ adalah lempengan batu bata yang diatasnya dituliskan hukum-hukum yang dirumuskan oleh Hammurabi, dan akhirnya temuan ini disebut dan dikukuhkan sebagai kitab hukum tertua di dunia. Kitab hukum ini berisi ketentuan mengenai hak dan kewajiban seluruh warga masyarakat kerajaan Babylonia. Dimana prinsip hukum yang ada didalamnya adalah “Hukuman mata untuk mata, dan gigi untuk gigi”. Kitab hukum ini sangat besar pengaruhnya terhadap penyusunan hukum bangsa Romawi yang notabene hukum bangsa Romawi adalah prototype dari dasar penyusunan hukum bangsa Eropa modern. (Prof. K. Ali, 2000 : 3).
Setelah kematian Hammurabi, sejarah politik Babylonia tidak dikenal lagi, dan suku-suku kecil menguasainya silih berganti hingga sampai pada akhirnya seluruh wilayah ini ditaklukkan oleh bangsa Assyria pada abad VIII SM.
Setelah kekuasaan Assyria mengalami kehancuran, bangsa Babylonia bangkit kembali dibawah kekuasaan Dinasti Chaldea atau yang dikenal The New Babylonia (625 – 538 SM). Pendiri dinasti ini adalah Nabopolossar. dibawah kepemimpinan Nabopolossar bangsa Babylonia mencapai kembali kejayaan yang pernah diraih oleh nenek moyangnya yaitu raja Hammurabi. Nabopolossar mengadakan penaklukan sampai ke Wilayah perbatasan Mesir, mengalahkan Raja Yahudi, Hebrew, dan menguasai kota Yerussalem pada tahun 586 SM. Pada pertengahan abad VI SM Babylonia Chaldean ini dikalahkan oleh bangsa Persia.
Sejarah peradaban berhasil mencatat bahwa bangsa Babylonia ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam bidang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa ini banyak melahirkan pakar dan tenaga ahli dalam bidang pertanian. Mereka sudah menggunakan sistim irigasi untuk pengairan pertanian pada saat musim kemarau tiba, membuat bendungan untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan mengadministrasikan hasil panen dalam sistim akuntansi, juga dalam bidang Industri dan perdagangan, bangsa ini telah menciptakan timbangan dan takaran. Selama ± 2000 tahun negeri Babylonia dengan pusat kekuasaannya di lembah Sungan Tigris dan Euphrat atau yang di kenal dengan Mesopotamia menjadi pusat perniagaan dunia saat itu.
Karena kemajuan pertanian tersebut bangsa Babylonia Chaldean banyak menelorkan ahli-ahli Astronomi, mereka sudah membagi Zodiak kedalam dua belas simbol serta menyebutkan kedudukannya masing-masing, mereka mampu meramalkan terjadinya gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Demikian pula mereka sudah menggunakan sistim kalender yang lebih maju di banding dengan sistim kalender yang dipakai oleh bangsa Mesir, mereka juga sudah bisa membagi tahun ke dalam bilangan 12 bulan, membagi malam dan siang menjadi bilangan jam dan membagi tujuh bilangan hari ke dalam satu minggu.
Bangsa Babylonia Chaldean juga banyak menelorkan ahli-ahli administrasi baik administrasi publik (pemerintahan) maupun administrasi Bisnis, hal ini terbukti segala kemajuannya terdokumentasikan dan sudah mengenal matematika yang didalamnya sudah termasuk ilmu hitung yang digunakan dalam administrasi bisnis hingga detail sampai hitungan desimal. Akhirnya hitungan inilah yang dijadikan rujukan sistim akuntansi modern.
Dalam sistem pendidikan bangsa Babylonia sudah sangat maju, karena bangsa Babylonia sudah mengenal font (bentuk huruf) yang dinamakan Cuneinform dengan menggunakan 400 sampai 500 simbol suku kata, yang konon Symbol font ini mampu mengungguli font yang di ciptakan oleh Bangsa Mesir.
Diambil dari Ebook Sejarah Administrasi Dan Kontribusinya Terhadap Peradaban Islam oleh Ikrom Abualiff
sumber : http://www.jurnalmuslim.com
0 Response to "Sejarah Negeri Babylonia (Mesopotamia Selatan) dan Kemajuan Peradabannya"
Post a Comment