Status Hukum Orang Menghalalkan yang Diharamkan Allah, dan Mengharamkan yang Dihalalkan Allah

Jurnalmuslim.com - Bagaimanakah status hukum seseorang dalam syari’at Islam, ketika ia menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang apa yang dihalalkan oleh Allah? Jazakallah ustadz…

Jawaban :

Alhamdulillah, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…

Menghalalkan dan mengharamkan adalah hak khusus dan bagian dari rububiyyahnya Allah. Karenanya, Allah memiliki nama al-Hakim atau asy-Syari’ (pembuat hukum atau syari’at). Maka menghalalkan apa yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah adalah perbuatan kekafiran.

illustrasi

Sebab, ucapan dan perbuatan itu karena merampas rububiyyah Allah dan seburuk-buruk kekafiran adalah kekafiran dalam masalah rububiyyah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُون

“Tidak mengada-adakan dusta itu melainkan orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan merekalah orang-orang yang berdusta“ (QS. An-Nahl 16 : 105). Diantara kedustaan yang paling besar atas nama Allah adalah menghalalkan yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah (Ibnu Katsir).

وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (116) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (117)

“Dan janganlah kamu mengucapkan dusta yang disebutkan oleh lidah-lidah kamu, ini halal dan ini haram, untuk kamu ada-adakan dusta atas nama Allah; sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan dusta atas nama Allah tidak akan beruntung. Itu hanyalah kesenangan yang sedikit, tetapi bagi mereka ada azab yang pedih”. (QS. An-Nahl 16 : 116-117)

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (31)

“Mereka (orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At-Taubah 9 : 31)

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37)

“Sesungguhnya memundurkan bulan-bulan haram itu tidak lain melainkan menambah kekufuran yang dengannya tersesat orang orang kafir, yaitu mereka halalkan dia dalam satu tahun dan mereka haramkan dia dalam satu tahun yang lain, agar mereka bisa genapkan bilangan bulan-bulan yang diharamkan Allah, lalu mereka halalkan apa yang Allah haramkan. Dihiasi bagi mereka amal-amal mereka yang buruk, dan Allah tidak memimpin kaum yang kafir”. (QS. At-Taubah 9 : 37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

والإنسان متى حلّل الحرام المجمع عليه ، أو حرم الحلال المجمع عليه ، أو بدَّل الشرع المجمع عليه : كان كافراً مرتدّاً باتفاق الفقهاء ، وفي مثل هذا نزل قوله تعالى – على أحد القولين (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ) [ المائدة 44 ] ، أي : هو المستحل للحكم بغير ما أنزل الله

“Dan seseorang ketika menghalalkan yang haram yang telah disepakati keharamannya, atau mengharamkan yang halal yang telah disepakati kehalalannya, atau mengganti syari’at yang telah disepakati[1], maka ia kafir lagi murtad dengan kesepakatan fuqaha’. Dan yang semisal dengan ini adalah tentang firman Allah Ta’ala – menurut salah satu dari dua pendapat – : ‘Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’ (QS. Al-Maaidah 5 : 44), yaitu orang yang menghalalkan untuk berhukum dengan selain yang diturunkan Allah”. (Majmuu’ Al-Fataawaa, 3/267)

Ijma’ ulama menyebutkan:

مَن فعل المحارم مستحلاً لها فهو كافر بالاتفاق

“Barangsiapa yang melakukan hal yang diharamkan dengan menghalalkannya, maka ia kafir berdasarkan kesepakatan ulama”. (Ash-Shaarimul-Masluul, 3/971)

Maka para ahbar dan ruhban orang-orang Yahudi dan Nashrani dianggap oleh Allah dalam surat At-Taubah ayat 31 diatas sebagai Tuhan selain oleh dikarenakan mereka (para rahib) telah mengharamkan apa yang halal dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah.

Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi musyrik dikarenakan perbuatan mereka beribadah kepada para rahib dan ruhbannya dengan cara mengikuti pengharaman dan penghalalan dari para pendetanya tersebut. Wallahu A’lam.. (manjanik)

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Status Hukum Orang Menghalalkan yang Diharamkan Allah, dan Mengharamkan yang Dihalalkan Allah"

Post a Comment