Jejak-Jejak Syariat Islam di Nusantara

Jurnalmuslim.com - Di saat umat Islam melaksanakan ibadah Ramadhan 1437 H dengan penuh kekhusyukan.Tiba-tiba muncul keputusan dari pemerintah yang mencabut 3.140 Peraturan Daerah atau Perda. Pemerintah berdalih peraturan kepala daerah tersebut menghampat masuknya investasi dan bersifat intoleransi. Masalahnya, dari ribuan perda yang dianulir tersebut terselip banyak perda yang mendukung syariah Islam.

Perda Syariah sebenarnya sebuah kompromi hukum yang dihasilkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kearifan lokal, dan diyakini solusi yang paling baik bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Lucunya, Perda-perda ini dianggap bertentangan dengan kebhinekaan di Indonesia. Hal ini membuat mlll meminta klarifikasi dari pemerintah untuk menjelaskan perda yang dimaksud.

"Banyak pertanyaan atau usulan dari ormas-ormas Islam, mengenai isu pencabutan, seperti perda syariah, yang ada perda investasi, lalu perda intoleran, ini yang menjadi krusial. Apalagi jika dikaitkan dengan keharusan umat Islam," tutur Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Ma'ruf Amin saat berbicara dalam diskusi bertajuk Menyoroti Pembatalan Perda oleh Kemendagri, di Gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).

Dia juga meminta Kemendagri menjelaskan soal isu ada perda yang dihapus karena dianggap intoleran oleh pemerintah pusat. "Kalau itu betul dengan dalih intoleran. Itu menjadi masalah besar,"tandasnya.

illustrasi,

Betulkah syari'ah Islam yang sebagian kecilnya diakomodir dalam Perda Syari'ah di beberapa daerah di Indonesia, tidak toleran, dan tidak cocok dengan negeri ini?


Sejarah Syariat Islam di Nusantara

Upaya penegakkan syariat Islam di nusantara bukan dongeng semata. Tetapi ia
adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan. Sebab sejarah Indonesia, pada hakekatnya adalah sejarah tentang dakwah dan jihad umat Islam dalam mentauhidkan Allah SWT.

Kedatangan Islam ke negeri ini memberi sumbangan yang besar bagi kemajuan Indonesia. Kedatangan dan penyebaran Islam di negeri ini adalah proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Sebab ia menjadi pilar berkembangan bagi Indonesia yang sebelumnya diselimuti tradisi hindu yang membodohi masyarakat.

Indonesia Modern

Keberadaan Islam-lah yang membuat Indonesia disebut modern. Kesimpulan unik ini disampaikan oleh peneliti sejarah dari Australia, M.C Ricklefs, dalam bukunya yang berjudul A History of Modern Indonesia. Menurutnya permulaan munculnya zaman modern di Indonesia sejak kedatangan Islam.

la mengatakan, bahwa Indonesia modern ditandai dengan munculnya dakwah Islam, serta mulai menggeliatnya kerajaan-kerajaan di beberapa belahan bumi nusantara dari Aceh hingga Maluku.

Hal ini berarti sebelum kedatangan Islam, Indonesia belum memasuki zaman modern. Begitu pula, Indonesia sudah memasuki zaman modern sebelum kedatangan para penjajah Barat yang membawa agama Katolik dan Protestan ke negeri ini.

Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pengkaji sejarah Melayu, agama Islam yang datang ke negeri ini telah membawa suatu pemikiran baru dengan konsep-konsep rasionalisme (bukan takhayyul), intelektualisme, dan penekanan pada sistem masyarakat yang berdasarkan kepada kebebasan perseorangan, keadilan dan kemulain kepribadian insan, (Syed al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, hlm. 20)

Pengadilan Syari'ah Era Kerajaan

Kerajaan Islam Mataram.

Salah satu pertanda kepedulian terhadap tegaknya syariat Islam di tanah nusantara bisa disaksikan pada zaman Sultan Agung, raja kerajaan Islam Mataram. Setelah berhasil menyatukan Jawa Timur di bawah kendali kerajaan Mataram, Sultan Agung fokus mengembangkan ekonomi dan pendidikan di tengah masyarakat.

Corak pendidikan yang digelorakan oleh Sultan Agung berbasis Islam. Ini bisa dilihat dari kepeduliannya terhadap surau atau langgar sebagai madrasah ilmu-ilmu Islam, mengubah perhitungan tahun jawa yang berdasar pada perjalanan matahari menjadi sesuai peredaran bulan. Mengikuti hitungan hijriyah.

Di setiap ibu kota kabupaten, Sultan Agung, memerintahkan untuk didirikan masjid agung (gede), sebagai induk seluruh masjid di kabupaten tersebut. Di setiap desa ada bimbingan al-Qur'an, pokok-pokok dan dasar-dasar Islam; thaharah, whudhu, rukun iman dll.

Dalam bidang administrasi peradilan, Sultan Agung menyesuaikan dengan Islam. Dia menetapkan lembaga peradilan Islam yang anggotanya diambil dari ulama-ulama Islam. Dan mempercayakan kepada mereka banyak hal. Padahal, saat itu, peradilan masih dipegang oleh para raja.

Walau reformasi dalam bidang hukum ini, belum sepenuhnya terwujud. Namun keseriusan beliau untuk menerapkan syariat Islam dalam berbagai kehidupan masyarakat saat itu patut dibanggakan. Hal ini juga bermakna, syariat Islam, pada hakikatnya adalah spirit dan budaya masyarakat Indonesia kala itu.

Kesultanan Demak.

Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, telah mengatur tata pemerintahan dengan sistem Islam. Misalnya dalam mengangkat dan memberhentikan pemimpin, telah dibentuk sebuah dewan atau wadah bagi para ulama, yaitu WaliSongo, yang bertindak sebagai ahlu halli walaqdi, (Sejarah Nasional Indonesia, Dalam Perspektif Baru, hlm, 108)

Dewan inilah yang telah mengangkat Raden Patah sebagai Raja Demak pertama. Meskipun berasal dari keluarga kerajaan, seseorang tidak bisa mengangkat dirinya atau keluarganya tanpa persetujuan para ahlu halli wal 'aqdi. Inilah salah satu cermin tata pemerintah di Islam. Para ulama ini sadar,
bahwa dakwah tidak akan berjalan dengan baik tanpa ditopang oleh kekuatan politik dan militer.

Kerajaan Ternate-Tidore.

Semangat menerapkan syari'at Islam juga bisa dijumpai pada kerajaan-kerajaan Islam di luar Jawa, misalnya pada kerajaan Islam Ternate-Tidore. Sejak sultan Khairun dan sultan Manshur memerintah, hingga putra-putranya, seperti Sultan Babullah, mereka sangat peduli terhadap penerapan syariat Islam.

Peperangan yang pecah antara kerajaan Islam Ternate-Tidore dengan penjajah Portugis pun berkobar karena penjajah menekan ruang gerak dan kebebasan rakyat Maluku dalam menerapkan dakwah serta syariat Islam.

Di saat yang sama penjajah Portugis memberi kebebasan kepada para missionaris untuk melakukan kristenisasi. Inilah yang membuat Sultan Khairun mengibarkan bendera jihad melawan penjajah Portugis -Kristen yang kala itu dibawah komando gubernur de Masquita.

Setelah pengkhianatan gubernur de Masquita yang mengakibatkan syahidnya Sultan Khairun dan beberapa pengawalnya. Maka jihad melawan Portugis -Kristen, demi syariat Islam, dilanjutkan oleh putranya, Sultan Baabullah. Pada zamannya, Portugis -Kristen ditaklukkan. Dan beliau-pun menuntut qishash terhadap gubernur de Masquita, (Perang Sabil Vs Perang Salib, hlm. 3-4)

Kerajaan Samudera Pasai.

Sejarawan mencatat bahwa kerajaan Islam Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang paling awal di Indonesia. Ada sebuah naskah yang membuktikan bahwa Pasai adalah pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak).

Naskah ini berjudul, "Idzharul Haqq f\ Mamlakah al-Farlaats wa al-Faasi." Ditulis oleh Abu lshaq al-Faasi. Catatan penjelajah Marcopollo yang sempat singgah di Aceh tahun 1292 M, menyebutkan bahwa Samudera Pasai adalah kota muslim yang sangat kental budaya (syariat) Islamnya.

Penjelajah Muslim, Ibnu Bathutah, pun menulis catatan penting tentang gairah keislaman yang kuat di kerajaan Samudera Pasai. la menulis, Samudera Pasai adalah kerajaan Islam, raja-rajanya sangat shaleh, mereka dan rakyatnya bermadzhab syafi'i. Gelar dan jabatan di kerajaan ini memakai istilah-istilah Islam, bukan hindu. Patih, misalnya, bergelar Amir. Sementara penguas bergelar Sulthan.

Artikel berlanjut pada postingan berikutnya: Jejak-Jejak Syariat Islam di Indonesia

Diambil dari Majalah An Najah Edisi 129 | Syawal - Dzulqo'dah 1437 H | Agustus 2016

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Jejak-Jejak Syariat Islam di Nusantara"

Post a Comment