Mengenal Definisi Masjid Dhirar dalam Islam | Apa dan Bagaimana

Oleh: Ustadz Abdullah S

Jurnalmuslim.com – Para pembaca situs media online Manjanik.net yang dirahmati Allah, salah satu hal yang perlu kita ketahui dalam urusan agama ini adalah apa dan bagaimana definisi Masjid Dhirar (Dhiror). Sebab hal ini telah menjadi pembicaraan ditengah-tengah kaum Muslimin. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemadharatan (pada orang-orang Mukmin), untuk kekafiran dan memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah,”kami tidak menghendaki selain kebaikan.”Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).” (QS. At-Taubah 9 : 107)

illustrasi, masjid

SEBAB TURUNNYA AYAT

Ibnu Mardawaih rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Ishâq rahimahullah yang berkata, “Ibnu Syihâb az-Zuhri menyebutkan dari Ibnu Akîmah al-Laitsi dari anak saudara Abi Rahmi al-Ghifâri radhiyallahu ‘anhu. Dia mendengar Abi Rahmi al-Ghifâri radhiyallahu ‘anhu – dia termasuk yang ikut baiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hudaibiyah – berkata, “Telah datang orang-orang yang membangun masjid dhirâr kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat beliau bersiap-siap akan berangkat ke Tabuk.

Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah membangun masjid buat orang-orang yang sakit maupun yang mempunyai keperluan pada malam yang sangat dingin dan hujan. Kami senang jika engkau mendatangi kami dan shalat di masjid tersebut.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,” Aku sekarang mau berangkat bepergian, insya Allah Azza wa Jalla setelah kembali nanti aku akan mengunjungi kalian dan shalat di masjid kalian.” Kemudian dalam perjalanan pulang dari Tabuk, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di Dzu Awan (jaraknya ke Madinah sekitar setengah hari perjalanan). Pada waktu itulah Allah Azza wa Jalla memberi kabar kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid tersebut (dan larangan shalat di dalamnya) dengan menurunkan ayat ini.

PENJELASAN AYAT

Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, di kota suci ini ada seorang laki-laki dari bani Khazraj berjuluk Abu Amir ar-Râhib. Lelaki ini pada masa jahiliyah beragama Nashrani dan mempelajari kitab-kitabnya, sehingga dia termasuk orang yang tekun beribadah pada masa itu. Disisi lain dia juga mempunyai kedudukan dan pengaruh besar dalam kabilahnya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, kaum Muslimin bersatu di bawah tampuk kepemimpinan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Islam menjadi kuat, apalagi setelah Allah Azza wa Jalla memenangkannya pada waktu perang Badar.

Melihat keadaan seperti ini, Abu Amir tidak rela, sehingga dia menampakkan permusuhannya terhadap kaum Muslimin; sampai-sampai dia pergi ke Makkah menemui orang-orang kafir Quraisy untuk mengajak memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah. Mereka pun setuju dan kemudian menyusun kekuatan; hingga terjadilah perang Uhud.

Abu Amir juga mengajak kaum Anshar untuk bekerjasama dan menyetujui pemikirannya. Namun ketika mereka mengetahui maksud buruknya, mereka berkata,”Wahai musuh Allah Azza wa Jalla, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikanmu sebagai orang yang dibenci setiap orang yang melihatmu”, Mereka mencaci-maki dan mencelanya; lalu dia pulang dan berkata,”Demi Allah Azza wa Jalla, kejelekan telah menimpa kaumku”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengajaknya untuk masuk Islam serta membacakan Al-Qur’an kepadanya sebelum dia lari ke negeri Romawi. Meskipun demikian, dia tetap menolak masuk Islam, bahkan mengatakan kepada Rasulullah, “Aku tidak menemui suatu kaum yang memerangimu kecuali aku bersama mereka”. Maka beliau mendoakan dia agar mati di tempat yang jauh dalam keadaan terusir.

Lelaki ini memang selalu bersama orang-orang kafir dalam semua peperangan melawan kaum Muslimin. Kemudian ketika mereka kalah dalam perang di Hawazun, dia pergi ke negeri Romawi meminta bantuan raja Romawi untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sana dia juga menyuruh orang-orang munafik (dari penduduk Madinah) untuk membangun masjid dhirâr.

Atas dasar perintah tersebut, mereka lalu mendirikan masjid berdekatan dengan masjid Quba’. Masjid tersebut selesai didirikan sebelum Rasulullah berangkat ke Tabuk. Lalu mereka mendatangi beliau Rasulullah dan meminta agar beliau mengunjungi mereka dan shalat di masjid itu. Sebenarnya mereka bermaksud (mengelabui kaum Muslimin) menjadikan shalat beliau ini sebagai hujjah bagi mereka, bahwasanya Rasulullah telah menyetujui pembangunan masjid tersebut. Mereka menyebutkan kepada beliau alasan mendirikan masjid itu; yaitu untuk orang-orang tua maupun yang sakit (yang tidak bisa hadir shalat berjama’ah di masjid Quba’) pada saat malam musim dingin (akan tetapi alasan ini tidaklah benar adanya).

Kemudian Allah Azza wa Jalla melarang rasul-Nya agar tidak melaksanakan shalat di masjid tersebut, dengan menurunkan ayat di atas. Penjelasannya: “Mereka yang mendirikan masjid dhirâr adalah sekawanan orang (munafik) dari penduduk Madinah yang jumlahnya dua belas orang. Mereka mendirikan masjid dengan tujuan menimbulkan kemadharatan pada orang-orang Mukmin dan masjid mereka, dan untuk menguatkan kekafiran orang-orang munafik, serta memecah belah jama’ah kaum Mukminin. Pada awalnya mereka semua shalat berjamaah di satu masjid (yakni masjid Quba’), kemudian terpecah menjadi dua masjid (di masjid Quba’ dan masjid dhirâr). Mereka ingin mendapatkan kesempatan untuk menyebarkan syubhat, menghasut, menfitnah dan memecah belah shaf kaum Mukminin. Juga untuk menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya sejak dahulu yaitu Abu Amir ar-Râhib. Mereka sesungguhnya bersumpah dengan mengatakan,”Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan yaitu menunaikan shalat dan berdzikir di dalamnya serta memberi kemudahan bagi para jama’ah.” Dan Allah Azza wa Jalla menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”

Larangan Allah Azza wa Jalla tersebut telah di sebutkan dengan jelas di dalam ayat berikutnya, yaitu:

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Janganlah kamu shalat di dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah Azza wa Jalla menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah 9 : 108)

Larangan Allah Azza wa Jalla ini tidaklah khusus bagi Rasul-Nya saja, akan tetapi kaum Muslimin juga termasuk dalam larangan tersebut; sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsîr rahimahullah, “Ayat (di atas) merupakan larangan dari Allah Azza wa Jalla kepada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak shalat di masjid tersebut selama-lamanya, dan umatnya mengikutinya dalam hal ini.”

Kemudian Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya untuk melaksanakan shalat di masjid Quba’ yang telah didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama. Maksudnya atas dasar ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya dan juga untuk mempersatukan ukhuwah kaum Muslimin serta sebagai markas mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَّا أَن تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Bangunan-bangunan mereka itu senantiasa menjadi keraguan dalam hati mereka, kecuali jika hati mereka telah hancur, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9 : 110)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, “(Bangunan tersebut) menyebabkan keraguan itu melekat di hati mereka, kecuali jika mereka benar-benar menyesali dan bertaubat atas perbuatan mereka serta takut kepada Allah Azza wa Jalla. Jika demikian, maka Allah Azza wa Jalla akan mengampuni mereka. Tetapi jika sebaliknya, maka bangunan tersebut tidak akan menambah pada mereka, kecuali kemunafikan di atas kemunafikan. Dan Allah Azza wa Jalla Maha Mengetahui atas segala sesuatu, baik yang ditampakkan oleh hamba-Nya maupun yang disembunyikan. Maha Bijaksana, tidak melakukan dan menciptakan, memerintahkan dan melarang kecuali di balik itu semua ada hikmahnya dan bagi-Nya segala pujian.”

Kemudian Rasulullah mengutus Mâlik bin Dukhsyum saudara Bani Salim dan Ma’an bin Adi seraya berkata kepada mereka berdua,”Pergilah kalian ke masjid yang didirikan oleh orang-orang dzalim (masjid dhirâr), kemudian hancurkan dan bakarlah.” Maka keduanya pun berangkat; sesampainya di perkampungan Bani Sâlim, Mâlik berkata kepada Ma’an, “Tunggu sebentar, aku akan mengambil api dari rumah keluargaku.” Sesaat kemudian dia keluar dengan membawa pelepah kurma yang dibakar dan berjalan dengan Ma’an menuju masjid itu; lalu membakar dan menghancurkannya, sehingga orang yang berada di dalamnya (berlarian) keluar.

Sedangkan Abu Amir ar-Râhib; dia mati di kota Qansarin (wilayah Romawi) akibat doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atasnya.

Ciri-ciri dan tujuan pembangunan masjid dhirar sebagaimana yang disebutkan oleh ayat-ayat tadi adalah:

  •     Pendiriannya dalam rangka mendatangkan madharat kepada kaum Muslimin dan untuk mendatangkan bahaya terhadap mereka. Di mana pembangunannya adalah untuk memalingkan manusia dari Masjid Quba, bukan karena kecintaan kepada ketaatan kepada Allah, akan tetapi untuk mendatangkan gangguan pada diri manusia dan untuk menimbulkan perseteruan dan pertentangan di tengah mereka, sedangkan ini adalah tergolong kemadharatan yang paling besar.
  •     Kekafiran dan pengokohannya, itu karena penyendirian mereka di masjid khusus mereka memudahkan bagi mereka dan bagi saudara-saudara mereka dari kalangan kafirin dan munafiqin untuk berkumpul dan bermusyawarah. Sedangkan kaum muslimin tidak merasa ragu terhadap mereka, karena keberadaan mereka di dalam masjid dirasa tidak mungkin muncul bahaya dari mereka, terus sesungguhnya ia adalah hujjah bagi orang yang meninggalkan shalat di masjid kaum muslimin bahwa ia shalat di masjid itu, sehingga hal itu memudahkan bagi kaum munafiqin kemunafiq-annya, dan peninggalan mereka akan perintah Allah ta’ala.
  •     Memecah belah di antara kaum mukminin dalam satu agama, karena sesungguhnya di antara tujuan shalat jama’ah adalah kesatuan, keharmonisan dan adanya kasih sayang karena Allah Ta’ala. Wallahu a’lam…

MARAJI:

    Tafsir Ibnu Katsir
    Tafsir As-Sa’di
    Tafsir Ath-Thabari

(manjanik)

sumber : http://www.jurnalmuslim.com

0 Response to "Mengenal Definisi Masjid Dhirar dalam Islam | Apa dan Bagaimana"

Post a Comment